Sanksi Dalam Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah

Sanksi Dalam Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah

Melihat dasar aturan yang dipergunakan dalam Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah, dapat diketahui bahwa rumpun hukum yang dipergunakan adalah hukum administrasi negara, yang sifatnya mengatur tata pelaksanaan pemerintah dalam menjalankan tugasnya.

Pengaturan tentang Sanksi dalam Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah diatur di dalam Pasal 118 sampai dengan Pasal 124 Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 beserta perubahannya. Di dalam pasal-pasal tersebut mengatur perbuatan dan sanksi yang dapat dikenakan bagi para pihak dalam pelaksaan pengadaan sesuai ranah dan fungsi tanggungjawab masing-masing.

Bentuk-bentuk perbuatan yang dapat dikenakan sanksi sesuai ranah para pihak adalah sebagai berikut :

Penyedia Barang/Jasa

  • berusaha mempengaruhi Kelompok Kerja ULP/Pejabat Pengadaan/pihak lain yang berwenang dalam bentuk dan cara apapun, baik langsung maupun tidak langsung guna memenuhi keinginannya yang bertentangan dengan ketentuan dan prosedur yang telah ditetapkan dalam Dokumen Pengadaan/Kontrak, dan/atau ketentuan peraturan perundang-undangan.
  • melakukan persekongkolan dengan Penyedia Barang/Jasa lain untuk mengatur Harga Penawaran diluar prosedur pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa, sehingga mengurangi/menghambat/memperkecil dan/atau meniadakan persaingan yang sehat dan/atau merugikan orang lain.
  • membuat dan/atau menyampaikan dokumen dan/ atau keterangan lain yang tidak benar untuk memenuhi persyaratan Pengadaan Barang/Jasa yang ditentukan dalam Dokumen Pengadaan.
  • mengundurkan diri setelah batas akhir pemasukan penawaran atau mengundurkan diri dari pelaksanaan Kontrak dengan alasan yang tidak dapat dipertanggungjawabkan dan/atau tidak dapat diterima oleh Kelompok Kerja ULP/Pejabat Pengadaan.
  • tidak dapat menyelesaikan pekerjaan sesuai dengan Kontrak secara bertanggung jawab.
  • ditemukan adanya ketidaksesuaian dalam penggunaan Barang/Jasa produksi dalam negeri.
  • terlambat menyelesaikan pekerjaan dalam jangka waktu sebagaimana ditetapkan dalam Kontrak karena kesalahan Penyedia Barang/Jasa.
  • Konsultan perencana yang tidak cermat dan mengakibatkan kerugian negara.

Kelompok Kerja ULP/Pejabat Pengadaan

  • terjadi pelanggaran dan/atau kecurangan dalam proses Pengadaan Barang/Jasa oleh Kelompok Kerja ULP/Pejabat Pengadaan.
  • terjadi kecurangan dalam pengumuman Pengadaan oleh Kelompok Kerja ULP/Pejabat Pengadaan

Pejabat Pembuat Komitmen

  • terjadi cidera janji terhadap ketentuan yang termuat dalam Kontrak.
  • terjadi keterlambatan pembayaran

Jika melihat bentuk perbuatan yang dapat dikenakan sanksi sesuai ranah para pihak yang diatur di dalam Pasal-pasal tersebut, kecendurangan awal yang dapat dilihat adalah perbuatan-perbuatan penyimpangan tersebut diberlakukan pada proses pengadaan barang/jasa pemerintah yang menggunakan Penyedia. Dalam kaitan dengan pelaksanaan yang dilakukan dengan cara swakelola, tentunya sanksi tersebut tidak dapat diabaikan dan tetap terus berlaku. Hal ini mengingat dengan metode swakelola pun jika membutuhkan penyedia, maka berlaku ketentuan dan tata cara dalam memilih penyedia, khususnya kepada pemberlakukan Swakelola oleh penanggungjawab anggaran dan swakelola yang dilaksanakan oleh kelompok instansi pemerintah lainnya.

Adapun bentuk sanksi yang dapat dikenakan para pihak tersebut sesuai dengan pelanggaran adalah sebagai berikut :

Sanksi Administratif

Pemberian sanksi administratif, dilakukan oleh PPK/Kelompok Kerja ULP/Pejabat Pengadaan kepada penyedia sesuai dengan ketentuan admisnitrasi yang diberlakukan dalam peraturan pengadaan ini. Bentuk-bentuk sanksi administrasi yang dapat dikenakan kepada penyedia adalah :

  • Digugurkan penawarannya atau pembatalan pemenang atas ditemukan adanya penyimpangan upaya mempengaruhi Kelompok Kerja ULP/Pejabat Pengadaan guna memenuhi keinginannya yang bertentangan dengan ketentuan dan prosedur yang telah ditetapkan, melakukan persekongkolan dengan Penyedia Barang/Jasa lain untuk mengatur Harga Penawaran di luar prosedur, dan membuat dan/atau menyampaikan dokumen dan/ atau keterangan lain yang tidak benar.
  • Pemberlakukan denda terlambat dalam menyelesaikan pekerjaan dalam jangka waktu sebagaimana ditetapkan. Sanksi ini juga dapat diterapkan dalam konteks perdata sebuah perjanjian atau kontrak.
  • Pencairan jaminan yang diterbitkan atas pelanggaran yang dilakukan. Untuk selanjutnya dicairkan masuk ke kas negara / daerah.
  • Penyampaian laporan kepada pihak yang berwenangan menerbitkan perizinan, terhadap penyimpangan yang dilakukan sehingga dianggap perlu untuk dilakukan pencabutan izin yang dimiliki.
  • Pemberlakukan sanksi administrasi berupa pengenaan sanksi finansial atas ditemukan adanya ketidaksesuaian dalam penggunaan Barang/Jasa produksi dalam negeri.
  • Kewajiban untuk menyusun perencanaan ulang dengan biaya sendiri atas Konsultan perencana yang tidak cermat dalam menyusun perencanaan dan mengakibatkan kerugian negara. Sanksi ini juga dapat diterapkan dalam konteks perdata sebuah perjanjian atau kontrak

Dalam hal yang melakukan pelanggaran adalah PPK/Kelompok Kerja ULP/Pejabat Pengadaan yang notabenenya adalah berstatus pegawai negeri, maka jika ditetapkan telah melakukan pelanggaran seperti tidak belakukan tahapan proses pengadana yang telah diatur atau melakukan kecurangan dalam proses pengadaan, berlaku sanksi yang diatur di dalam aturan kepegawaian yang diberikan oleh pihak yang mempunyai kewenangan menerbitkan sanksi, seperti teguran, penundaan kenaikan pangkat, pembebasan dari jabatan, dan pemberhentian, sesuai ketentuan peraturan kepegawaian.

Sanksi Pencantuman Dalam Daftar Hitam

Pemberian sanksi Pencantuman Dalam Daftar Hitam kepada Penyedia, dilakukan oleh PA/KPA setelah mendapat masukan dari PPK/Kelompok Kerja ULP/Pejabat Pengadaan sesuai dengan ketentuan.

Pada tahapan proses pemilihan barang/jasa, Penyedia Barang/Jasa dapat dikenakan sanksi blacklist apabila:

  • terbukti melakukan KKN, kecurangan dan/atau pemalsuan dalam proses Pengadaan yang diputuskan oleh instansi yang berwenang;
  • mempengaruhi ULP (Unit Layanan Pengadaan)/Pejabat Pengadaan/PPK (Pejabat Pembuat Komitmen)/pihak lain yang berwenang dalam bentuk dan cara apapun, baik langsung maupun tidak langsung dalam penyusunan Dokumen Pengadaan dan/atau HPS yang mengakibatkan terjadinya persaingan tidak sehat;
  • mempengaruhi ULP/Pejabat Pengadaan/pihak lain yang berwenang dalam bentuk dan cara apapun, baik langsung maupun tidak langsung guna memenuhi keinginannya yang bertentangan dengan ketentuan dan prosedur yang telah ditetapkan dalam Dokumen Pengadaan/Kontrak, dan/atau ketentuan peraturan perundang-undangan;
  • melakukan persekongkolan dengan Penyedia Barang/Jasa lain untuk mengatur Harga Penawaran diluar prosedur pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa, sehingga mengurangi/menghambat/memperkecil dan/atau meniadakan persaingan yang sehat dan/atau merugikan orang lain;
  • membuat dan/atau menyampaikan dokumen dan/atau keterangan lain yang tidak benar untuk memenuhi persyaratan Pengadaan Barang/Jasa yang ditentukan dalam Dokumen Pengadaan;
  • mengundurkan diri dari pelaksanaan Kontrak dengan alasan yang tidak dapat dipertanggungjawabkan dan/atau tidak dapat diterima oleh ULP/Pejabat Pengadaan;
  • membuat dan/atau menyampaikan dokumen dan/atau keterangan lain yang tidak benar untuk memenuhi persyaratan yang ditentukan dalam Dokumen Pengadaan;
  • mengundurkan diri pada masa penawarannya masih berlaku dengan alasan yang tidak dapat diterima oleh ULP/Pejabat Pengadaan;
  • menolak untuk menaikkan nilai jaminan pelaksanaan untuk penawaran dibawah 80% HPS;
  • memalsukan data tentang Tingkat Komponen Dalam Negeri;
  • mengundurkan diri bagi pemenang dan pemenang cadangan 1 (satu) dan 2 (dua) pada saat penunjukan Penyedia Barang/Jasa dengan alasan yang tidak dapat diterima oleh PPK; dan/atau
  • mengundurkan diri dari peraksanaan penandatanganan kontrak dengan arasan yang tidak dapat dipertanggungjawabkan dan/atau tidak dapat diterima oleh PPK.

 

Leave a comment